DUNIA USAHA DIAMBANG KEPAILITAN? AKANKAH?

Andi Nur Bau Massepe
3 min readNov 2, 2020
sources: doktor hukum.com

“Corona Virus 19 tidak hanya menyerang kesehatan dan menyebabkan kematian bagi masyarakat, kini perusahaan perusahaan besar (baca korporasi) pun sudah mulai banyak terkena imbas, ujung-ujungnya adalah kematian (baca: pailit), akankah ini terjadi?”

Kini tidak terasa sudah masuk bulan November, sejak akhir bulan februari yang mana pemerintah menyatakan kasus pertama positif di negara kita. Namun hingga kini tidak ada kata pasti kapan Covid 19 ini akan meninggalkan negara kita, atau berkurang jumlahnya.

Pandemi ini mulai membuyarkan optimisme perusahaan yang dibuat ditahun 2019. Kini banyak perusahan mengalami kesulitan usaha.

Hal ini bisa di lihat dari banyak pemberitaan media terhadap kasus-kasus PPKPU (Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dan pempailitan perusahaan mulai marak. Bisnis.com (30/9) hingga pertengahan bulan september tahun ini sudah 451 perkasus terdaftar di Pengadilan Negeri se- Jakarta. Data dari Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) mengatakan terjadi lonjakan 50% kasus PPKPU dan Pailit di tanah air selama masa pandemi ini.

Perusahaan yang di gugat kebanyakan yang bergerak di sektor properti, konstruksi, pertambangan dan sektor ritel dan beberapa sektor lainya yang terdampak dari badai covid 19. Sebut saja PT Sentul City Tbk (BKSL), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Trans Retail Indonesia, dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES). PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) dan PT Grand Kartech Tbk (KRAH). Ini adalah perusahaan-perusahaan emiten yang terdaftar di Bursa Efek. Belum lagi perusahaan kecil yang tidak diliput oleh banyak media. Terakhir juga yang membuat kita heboh salah satu perusahaan berdomisili di Makasar, digugat senilai Rp 7 trilyun oleh salah satu Bank Asing menjadi perhatian serius bagi kita bersama.

Apakah ini sebagai tanda perekonomian Indonesia masuk resisi atau depresi? Ataukah ini hanya suatu perkara umum dalam bisnis yang sering marak terjadi dimasa krisis? Lalu bilamana pesta gugat menggugat terus berlanjut potensi kerugian apa yang bakal muncul? Bagaimana pengaruh pada perekonomian di daerah ini?

Mencermati kasus-kasus maraknya PPKPU dan Pailit, didasari kesulitan likuiditas. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ternyata berdampak pada cash flow perusahaan. Kendalam terbesar dunia usaha adalah kesulitan dalam mengelola “cash flow” mereka. Pemasukan sudah tidak seimbang lagi dengan pengeluaran.

Likuiditas dalam terminologi manajemen keuangan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek. Biasa di ditunjukan dengan rasio Likuiditas jenis lancar dihitung dengan membagi total aset lancar dengan total kewajiban lancar.

Perusahaan agar tetap bertahan lebih memilih tidak membayar dan menghindari tagihan-tagihan dari supplier, vendor atau pun tagihan utang perbankan. Ini dilakukan agar perusahaan masih bisa membayar gaji pegawai dan operasional perusahaan. Syukur-syukur dalam 3 (tiga) bulan kedepan perekonomian dan aktifitas bisnis kembali normal. Namun kenyataan tidak! Virus corona tidak kunjung reda, pemerintah malah kembali berlakukan PSBB, gelombang kedua dari pandemi justru terjadi!

Semua pelaku usaha kembali dibuat kalang kabut. Apakah usaha tersebut bertindak sebagai supplier, vendor, investor, keagenan atau mitra kerja semua mulai tertekan masalah cashflow. Perusahaan yang butuh uang mulai menggunakan “hak” nya untuk mendaftarkan kepengadilan niaga agar “si pengutang lekas membanyar”. Semua mulai menempuh perkara pengadilan dengan pasal wanprestasi, dan mengajukan PPKPU, bila tidak terpenuhi maka mengajukan pailit.

Tentu perkara sengketa bisnis seperti PKPU dan pailit bukan suatu hal yang baik didengar walaupun dijamin dalam Undang Undang khususnya dalam Undang Undang №37/2004 tentang Kepailitan dan PPKPU dapat

Bila pailit otomatis perusahaan berhenti beroperasi, nasib karyawannya tentu tidak akan jelas. Terjadi pemutusan hubungan kerja, kembali bertambahnya pengangguran. Utang-utang tersebut belum tentu lekas terbayar, mengingat untuk kondisi sekarang ini menjual aset jaminan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain itu pendapatan daerah juga akan berkurang karena banyak perusahaan yang tidak lagi membanyarkan pajak usahanya.

Dunia usaha hendaknya menahan diri dulu untuk saling mengajukan diri untuk memperkarakan rekan usahanya kepengadilan niaga, apalagi untuk pengaduan kepailitan usaha. Amat disayangkan juga bila Perbankan juga ikut-ikut dalam hajatan pailit ini. Ini sama seperti menggali kuburan bersama.

(dimuat di Kolom Opini Harian Fajar 12 Oktober 2020)

--

--

Andi Nur Bau Massepe

I am lecturer and business consulting for SME’s. Teaching for marketing and strategic management at Magister of Management Hasanuddin University.